Kisah Syekh Zakaria al-Anshari: Dari Cemoohan hingga Menjadi Syaikhul Islam

Manusia kerap dihadapkan pada beragam ujian yang mengguncang keteguhan hati dan kesabaran jiwa dalam setiap perjalanan hidup yang mereka lalui. Di antara ujian kehidupan adalah menghadapi penghinaan yang datang dari orang lain, baik teman, keluarga, bahkan orang asing yang tidak kita kenal. Bentuk penghinaannya pun beragam, mulai dari cemoohan, ejekan, hingga keraguan yang meremehkan kemampuan dan potensi diri kita.

Akibatnya, tidak sedikit orang yang merasa terpuruk disebabkan hinaan yang diterimanya, karena seolah harga dirinya direnggut begitu saja. Tidak berhenti di situ, penghinaan membekas di dalam hati mereka, meninggalkan luka yang sangat dalam dan sulit dihilangkan.

Namun, ada satu hal yang sering dilupakan oleh orang-orang yang melontarkan hinaan: bahwa dari dalam jiwa orang yang dihina, sering kali muncul kekuatan tersembunyi yang bangkit.

Penghinaan bisa saja membuat korbannya meragukan dirinya sendiri, mengikis rasa percaya diri, dan membuatnya merasa seolah dunia sedang tidak baik-baik saja. Tapi, bagi sebagian orang, penghinaan justru menjadi motivasi yang membangkitkan kesuksesan. Kata-kata yang menusuk hati itu menjadi cambuk yang mendorong mereka untuk melangkah lebih jauh, bekerja lebih keras, dan melampaui ekspektasi orang lain.

Pengalaman dicemooh dan diremehkan menjadi bagian dari perjalanan keilmuan Syekh Zakaria al-Anshari, seorang ulama terkemuka dalam fiqih dan ushul fiqih mazhab Syafi’i. Di balik prestasi gemilangnya, ada kisah penuh perjuangan dan air mata, terutama ketika ia dihina dan diremehkan oleh orang-orang di sekitarnya. Berikut adalah kisahnya.

Mengubah Hinaan Menjadi Kekuatan

Alkisah, ketika Syekh Zakaria al-Anshari memulai perjalanan menuntut ilmu di Al-Azhar, Kairo, Mesir, banyak orang meremehkannya dan memandang sebelah mata. Meskipun ia dikenal memiliki semangat dan kecerdasan tinggi, banyak yang meragukan kemampuannya dan meremehkan usahanya dalam belajar. Kisah ini dicatat oleh Habib ‘Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi dalam salah satu kitabnya, di mana ia menulis:

دَخَلَ اِلىَ الْجَامِعِ الْأَزْهَرِ فِي مِصْرَ، وَكَانَتْ لَهُ عِمَامَةٌ كَبِيْرَةٌ، فَقَالَ وَاحِدٌ مُسْتَهْزِئًا بِهِ: دَخَلَ شَيْخُ الْاِسْلاَمِ. فَوَقَعَتِ الْكَلِمَةُ مِنْهُ مَوْقِعًا، وَحَلَفَ أَنَّهَ لاَ يَخْرُجُ مِنَ الْجَامِعِ حَتَّى يُدْعَى شَيْخَ الْاِسْلاَمِ أَوْ يَمُوْتُ، فَأَكَبَّ عَلىَ طَلَبِ الْعِلْمِ وَشَارَكَ فِي كُلِّ عِلْمٍ

Artinya, “Zakaria al-Anshari masuk ke Universitas Al-Azhar di Mesir, dengan mengenakan sorban besar. Lalu seseorang mengejeknya dengan berkata, “Syaikhul Islam telah datang.” Kata-kata itu sangat membekas di hatinya, dan ia bersumpah tidak akan keluar dari Al-Azhar sampai dipanggil sebagai Syekh Islam atau mati. Maka, ia pun tekun menuntut ilmu dan mempelajari setiap disiplin ilmu.” (Kunuzus Sa’adatil Abadiyah fil Anfasil ‘Aliyah, [Tarim: Maktabatud Dirasah, t.t.], halaman 412).

Kutipan singkat di atas mengajarkan kita tentang keteguhan hati dan tekad yang luar biasa. Meskipun Syekh Zakaria al-Anshari menghadapi penghinaan dan keraguan dari orang-orang di sekitarnya, ia tidak membiarkan hal itu menggoyahkan semangatnya dalam menuntut ilmu. Sebaliknya, ia menjadikan penghinaan sebagai pemicu untuk bekerja lebih keras dan membuktikan kemampuannya.

Alih-alih terpuruk atau marah, Syekh Zakaria memilih untuk mengubah kritik dan ejekan menjadi dorongan untuk mencapai tujuannya sebagai ulama dengan keilmuan yang mendalam. Hal tersebut menunjukkan bahwa sikap positif terhadap kritik dan tantangan dapat menghasilkan keberhasilan yang jauh lebih besar daripada sekadar menghindari atau membalas dengan kemarahan.

Biografi Singkat Syekh Zakaria al-Anshari

Syekh Zakaria al-Anshari adalah salah satu ulama besar dari Mesir dalam mazhab Syafi’i yang namanya diabadikan dalam sejarah keilmuan Islam. Ia dikenal luas hingga kini berkat kedalaman ilmunya dalam bidang fiqih dan ushul fiqih.

Menurut Syekh Muhammad bin Ali as-Syaukani dalam kitabnya, Syekh Zakaria memiliki nama lengkap Zakaria bin Muhammad bin Ahmad bin Zakaria al-Anshari al-Qahiri asy-Syafi’i. Ia lahir pada tahun 826 Hijriah di Sanikah, sebuah wilayah di Mesir bagian timur, dan wafat pada hari Jumat, 4 Dzulhijjah 926 Hijriah. Syekh Zakaria dimakamkan di Qarafah Shugra, Mesir, dekat makam Imam asy-Syafi’i. (Lihat al-Badrut Thali’ bi Mahasini Man ba’dal Qurunis Sabi’, [Beirut: Darul Ma’rifah, t.t.], jilid I, halaman 239).

Syekh Zakaria al-Anshari tumbuh menjadi ulama dengan pengetahuan yang sangat luas dan mendalam. Keahliannya mencakup banyak disiplin ilmu. Prestasi ini dicapai oleh Syekh Zakaria al-Anshari berkat pendidikan yang luar biasa dari orang tua dan guru-gurunya. Ia belajar dari tokoh-tokoh besar seperti Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Syekh Jalaluddin al-Mahalli, Syekh Jalaluddin al-Bulqini, dan ulama terkemuka lainnya pada masanya.

Syekh Zakaria bukan hanya seorang ilmuwan yang brilian; ia juga dikenal sebagai ulama yang sangat produktif. Karya-karyanya yang banyak dan bagus mencerminkan komitmennya yang mendalam untuk menyebarkan ilmu. Setiap tulisannya adalah bukti ketekunan dan kreativitasnya dalam mengembangkan pengetahuan, menjadikannya salah satu ulama paling berpengaruh dan dihormati di zamannya hingga saat ini. Berikut beberapa karyanya:

Pengaruh Syekh Zakaria al-Anshari melampaui batasan geografis Mesir. Pemikirannya menyebar ke berbagai belahan dunia Islam, karya-karyanya menjadi referensi utama dalam studi hukum Islam di berbagai universitas dan pesantren.

Hingga kini, warisan pemikiran Syekh Zakaria al-Anshari terus hidup melalui karya-karyanya. Kitab yang ditulisnya tidak hanya menjadi bagian penting dari literatur klasik Islam, tetapi juga senantiasa menjadi inspirasi dan rujukan bagi para ulama dan cendekiawan muslim di seluruh dunia.

Kehidupan dan karyanya mengajarkan kita bahwa pengetahuan dan ketekunan adalah kunci untuk mencapai kesuksesan dan keberkahan. Syekh Zakaria al-Anshari, dengan segala perjuangannya, menunjukkan bahwa penghinaan dan tantangan hanyalah batu loncatan menuju pencapaian yang lebih besar dan lebih berarti.

Demikian tulisan tentang kisah Syekh Zakaria al-Anshari ketika diremehkan dalam proses belajarnya hingga beliau tumbuh menjadi sosok Syaikhul Islam yang sesungguhnya. Semoga tulisan ini dapat menginspirasi kita semua untuk menjadikan hinaan dari orang lain sebagai batu loncatan dan semangat untuk meraih kesuksesan. Wallahu a’lam bisshawab.

Ustadz Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.

Contact Me