Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) An-Nahdliyah adalah pandangan keagamaan yang menjadi dasar bagi Nahdlatul Ulama (NU) dalam menjalankan ajaran Islam yang moderat, toleran, dan inklusif. Sebagai bagian dari tradisi Islam yang kaya akan pemikiran intelektual dan spiritual, Aswaja An-Nahdliyah memainkan peran penting dalam membentuk pola keberagamaan yang tidak hanya relevan dengan nilai-nilai agama, tetapi juga mendukung prinsip-prinsip kemanusiaan universal.
Di tengah tantangan global, seperti konflik ideologi, radikalisme, dan ketimpangan sosial, Aswaja An-Nahdliyah menawarkan paradigma yang mampu menjawab persoalan-persoalan ini dengan pendekatan yang humanis dan kontekstual. Dengan pijakan pada nilai-nilai tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan i’tidal (adil), Aswaja tidak hanya berfungsi sebagai model keberagamaan, tetapi juga sebagai fondasi dalam memperkuat kehidupan sosial dan kemanusiaan.
Pendekatan ini relevan dengan pandangan ulama klasik seperti Imam Al-Ghazali, Imam Asy’ari, dan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, yang menekankan pentingnya keseimbangan antara aspek spiritual dan intelektual. Dalam konteks modern, tokoh-tokoh NU seperti KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memperkuat posisi Aswaja sebagai panduan hidup yang menjunjung tinggi prinsip harmoni antarumat beragama dan keadilan sosial.
Konsep dan peran Aswaja An-Nahdliyah sebagai role model dalam membangun kehidupan yang religius dan humanis. Hal ini menjadi penting untuk memberikan landasan teologis dan sosial bagi keberlangsungan hidup yang harmonis di tengah pluralitas masyarakat.
Aswaja An-Nahdliyah merupakan landasan teologis dan sosial Nahdlatul Ulama (NU) dalam menjalankan ajaran Islam. Aswaja An-Nahdliyah berakar pada tradisi Islam yang moderat, toleran, dan berpijak pada prinsip keseimbangan antara agama dan kemanusiaan. Sebagai role model beragama dan kemanusiaan, konsep ini relevan dengan konteks modern yang sering diwarnai konflik sosial, ideologi ekstrem, dan tantangan globalisasi.
Mengacu pada pemikiran tokoh-tokoh intelektual dan ulama, baik klasik maupun kontemporer, yang menjadi rujukan utama dalam memahami dan mengimplementasikan Aswaja An-Nahdliyah.
Konsep Aswaja An-Nahdliyah
Aswaja An-Nahdliyah adalah pandangan keagamaan yang mengacu pada tiga pilar utama:
Di tengah tantangan global, seperti konflik ideologi, radikalisme, dan ketimpangan sosial, Aswaja An-Nahdliyah menawarkan paradigma yang mampu menjawab persoalan-persoalan ini dengan pendekatan yang humanis dan kontekstual. Dengan pijakan pada nilai-nilai.
Prinsip utamanya adalah tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), dan i’tidal (adil). Nilai-nilai ini bertujuan untuk menciptakan harmoni antara aspek spiritual, intelektual, dan sosial.
Peran Aswaja An-Nahdliyah dalam Beragama :
Peran Aswaja An-Nahdliyah dalam Kemanusiaan
Imam Al-Ghazali: Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan pentingnya keseimbangan antara ilmu lahir (syariat) dan ilmu batin (tasawuf) untuk menciptakan kehidupan yang harmonis.
Imam Asy’ari: Tokoh utama teologi Aswaja ini menekankan pentingnya akidah yang kokoh tanpa menafikan dialog rasional.
KH. Hasyim Asy’ari: Sebagai pendiri NU, beliau menekankan pentingnya ukhuwah islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah basyariyah dalam kehidupan bermasyarakat.
KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur): Pemikiran Gus Dur mengenai pluralisme, demokrasi, dan hak asasi manusia memberikan paradigma baru dalam memahami Islam yang inklusif.
Implementasi Aswaja An-Nahdliyah Sebagai Role Model
Aswaja An-Nahdliyah bukan hanya sebuah konsep teologis, tetapi juga pedoman dalam menjalankan kehidupan beragama dan bermasyarakat. Dengan pijakan pada nilai-nilai moderasi, toleransi, dan kemanusiaan, Aswaja An-Nahdliyah mampu menjadi solusi atas tantangan global. Pemikiran para tokoh intelektual dan ulama dalam tradisi ini menjadi landasan untuk membangun dunia yang lebih damai dan berkeadilan.
H Supendi Sami’an, Ketua STIDKI NU Indramayu