Bulan Ramadhan menyimpan keistimewaan besar bagi umat Islam. Di antara sekian banyak keistimewaan itu ialah hadirnya malam Lailatul Qadar. Malam yang penuh kemuliaan ini memberikan keutamaan berlimpah bagi siapa saja yang mendapatkannya, bahkan lebih baik daripada ibadah selama seribu bulan. Umat Islam biasanya akan menghidupkan malam tersebut dengan beriktikaf di masjid, sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad semasa hidupnya.
Hal menarik dari malam Lailatul Qadar terletak pada waktunya yang dirahasiakan, karena tidak disebutkan secara pasti di malam Ramadhan ke berapa Lailatul Qadar terjadi. Para ulama pun punya beragam pendapat mengenai hal ini. Namun demikian, Nabi memerintahkan kepada umatnya untuk mencari Malam Lailatul Qadar di 10 malam terakhir seperti yang dikutip Izzuddin Abdul Aziz bin Abdissalam dalam Maqashidus Shaum.
تَحَرَّوْ لَيْلَةَ الْقَدَرِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Artinya: “Carilah Lailatul Qadar di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.” (Izzudin Abdul Aziz bin Abdissalam, Maqashidus Shaum, [Damaskus: Darul Fikr, 1995], Cet. II, hal. 29-30)
Salah satu ulama Ahlussunah wal Jamaah, Imam Fakhruddin Ar-Razi mencoba menyodorkan beberapa alasan di balik rahasia Allah menyembunyikan Lailatul Qadar ini dari umat Islam. Dalam kitab tafsir fenomenalnya, Mafatih Al-Ghaib, Ar-Razi menyebutkan setidaknya ada 4 alasan. (Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut: Dar Ihya At-Turots], Juz 32, Cet. III, hal. 231)
1. Banyak Hal yang Dirahasiakan
Allah menyembunyikan keridhaan-Nya dalam tiap ketaatan. Fungsinya agar umat Islam selalu bersemangat melakukan ibadah dan semua hal yang sifatnya ketaatan.
فَإِنَّهُ أَخْفَى رِضَاهُ فِي الطَّاعَاتِ، حَتَّى يَرْغَبُوا فِي الْكُلِّ
Artinya: “Karena Allah sembunyikan Ridha-Nya dalam ketaatan, sehingga umat Islam semangat mengerjakan semuanya.”
Misalnya, jika Allah mengungkapkan keridaan-Nya pada amalan tertentu, niscaya umat Islam akan bermalas-malasan dan hanya fokus pada satu amalan tersebut. Alasannya, buat apa melakukan suatu ketaatan sementara di sana tidak ada keridaan-Nya. Begitu pula pada kemaksiatan, Allah merahasiakan murka-Nya dalam tiap kemaksiatan yang dilakukan Bani Adam. Alhasil, kita akan menjaga diri dan berhati-hati agar tidak jatuh dalam satu perbuatan maksiat apapun itu. Karena bisa jadi di situlah Allah menaruh kemurkaan-Nya.
Hal-hal lain juga turut disebutkan Ar-Razi adalah dirahasiakan para wali-Nya dari pandangan manusia, hikmahnya adalah agar umat Islam dapat menghormati setiap orang yang mereka jumpai. Selanjutnya, disamarkannya pengabulan doa agar mereka bersungguh-sungguh dalam berdoa. Tidak diketahuinya waktu kematian manusia, agar timbul rasa khawatir dan takut dalam tiap gerak-gerik perbuatan.
Sederet perkara yang banyak Allah rahasiakan juga berlaku pada malam Lailatul Qadar. Poin pentingnya agar manusia mengagungkan dan menghidupkan setiap malam di bulan Ramadhan, tidak terbatas pada satu malam saja.
2. Bentuk Kasih Sayang Allah
Mungkin ada yang beranggapan bahwa jika Allah benar-benar mengasihi hamba-Nya, seharusnya waktu Lailatul Qadar diberitahukan secara jelas agar semua orang bisa meraihnya. Namun, menurut Ar-Razi, justru bentuk kasih sayang Allah terlihat dalam cara-Nya menyembunyikan waktu tersebut. Sebab, dengan demikian, manusia terdorong untuk terus beribadah dan dijauhkan dari kemaksiatan. Karena Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
وَثَانِيهَا: كَأَنَّهُ تَعَالَى يَقُولُ: لَوْ عَيَّنْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ، وَأَنَا عَالِمٌ بِتَجَاسُرِكُمْ عَلَى الْمَعْصِيَةِ، فَرُبَّمَا دَعَتْكَ الشَّهْوَةُ فِي/ تِلْكَ اللَّيْلَةِ إِلَى الْمَعْصِيَةِ، فَوَقَعْتَ فِي الذَّنْبِ، فَكَانَتْ مَعْصِيَتُكَ مَعَ عِلْمِكَ أَشَدَّ مِنْ مَعْصِيَتِكَ لَا مَعَ عِلْمِكَ
Artinya: “Kedua, seakan-akan Allah berkata: Jika Aku tentukan (waktu pastinya) Lailatul Qadar, Aku tahu kalian begitu berani melakukan maksiat, bisa jadi syahwat mendorong kalian di malam itu untuk bermaksiat, sehingga kalian jatuh dalam dosa. Maksiatmu dalam kondisi tahu (malam itu Lailatul Qadar) lebih parah ketimbang maksiatmu tanpa kamu tahu itu.” (Fakhruddin Ar-Razi, hal. 231)
Allah tidak menghendaki manusia tetap bermaksiat dengan sadar bahwa waktu itu adalah malam yang teramat mulia, Lailatul Qadar. Oleh karena itu, lebih baik jika malam tersebut tetap dirahasiakan. Sebab, dampak negatif dari mengetahui kepastian waktunya bisa lebih besar dibandingkan jika tidak mengetahuinya.
Untuk mendukung argumennya, Ar-Razi membuat perumpamaan. Ia menyodorkan kisah Rasulullah yang pernah suatu ketika tengah masuk masjid lalu meminta Ali bin Talib untuk membangunkan seseorang yang tengah tertidur. “Wahai Ali, bangunkan dia untuk berwudu!” pinta Rasul.
Ali pun menjawab, “Wahai Rasul, engkau orang yang paling terdepan dalam hal kebaikan. Kenapa tidak engkau sendiri yang membangunkannya?” tanya Ali. Rasulullah menjawab, “Karena penolakannya kepadamu tidak mengakibatkannya kufur (berbeda dengan aku tatkala membangunkannya). Aku lakukan itu supaya ringan konsekuensinya andai ia menolak.”
Begitulah kasih sayang Rasulullah kepada umatnya. Demikian pula kasih sayang Allah yang Maha Tahu sesuatu yang terbaik bagi para hamba-Nya.
Alhasil, ketika melakukan ketaatan di malam tersebut, maka akan mendapat ganjaran yang lebih baik dari seribu bulan. Sebaliknya, tatkala melakukan maksiat, maka akan menerima dosa seribu bulan ketimbang bermaksiat di malam lain. Semuanya akibat dari pengetahuan mereka dengan kondisi malam itu.
Bayangkan betapa besarnya dosa di malam itu jika tahu. Makanya, menolak kemudaratan dengan tidak membocorkan kapan waktunya lebih utama daripada menarik kemaslahatan dengan memberitahukan kepada manusia.
3. Agar Bersungguh-sungguh
Alasan ketiga adalah agar setiap hamba rajin dan bersungguh-sungguh mengerahkan segala usahanya untuk mendapatkan Lailatul Qadar. Ibarat mencari harta karun yang lokasinya tidak diketahui secara pasti, tetapi telah diberikan petunjuk batasan wilayah pencariannya. Dengan demikian, semangat dan kesungguhan seorang hamba akan semakin tumbuh, mendorongnya untuk terus beribadah dengan penuh harap dan ketulusan.
Bahkan, menurut Ar-Razi, kesungguhan seseorang dalam mencari malam itu dibalas Allah dengan pahala. Artinya, jihadnya mencari malam itu sendiri ada pahala tersendiri.
وَثَالِثُهَا: أَنِّي أَخْفَيْتُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ حَتَّى يَجْتَهِدَ الْمُكَلَّفُ فِي طَلَبِهَا، فَيَكْتَسِبَ ثَوَابَ الِاجْتِهَادِ
Artinya; “Ketiga, Aku sembunyikan malam ini agar seorang mukallaf bersungguh-sungguh mencarinya, lalu dia akan memperoleh pahala dari kesungguhnnya itu.” (Fakhruddin Ar-Razi, hal. 231)
4. Dibanggakan Allah di Hadapan Malaikat
Alasan keempat ini kelanjutan dari sebelumnya. Seseorang yang ragu bahkan tidak yakin malam tertentu itu malam Lailatul Qadar, akan sungguh-sungguh mencarinya di seluruh malam Ramadhan. Berharap ada satu malam itulah Lailatul Qadar.
Mereka itulah yang Allah banggakan di hadapan para malaikatnya.
فَيُباهِي اللَّهُ تَعالى بِهِمْ مَلائِكَتَهُ، ويَقُولُ: كُنْتُمْ تَقُولُونَ فِيهِمْ يُفْسِدُونَ ويَسْفِكُونَ الدِّماءَ. فَهَذا جِدُّهُ واجْتِهادُهُ في اللَّيْلَةِ المَظْنُونَةِ، فَكَيْفَ لَوْ جَعَلْتُها مَعْلُومَةً لَهُ فَحِينَئِذٍ يَظْهَرُ سِرُّ قَوْلِهِ: ﴿إنِّي أعْلَمُ ما لا تَعْلَمُونَ﴾ ] البَقَرَةِ: ٣٠
Artinya: “Allah membanggakan mereka (manusia) kepada para malaikat-Nya. Seraya berkata: “Kalian yang mengatakan mereka akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah. Ini kesungguhan dan jihad mereka di malam yang sifatnya praduga. Bagaimana jika aku jadikan malam itu diketahui mereka. Tampaklah seketika itu rahasia firman Allah, “Sungguh aku lebih mengetahui apa yang kalian (para malaikat) tidak ketahui.” (Fakhruddin Ar-Razi, hal. 232)
Dengan demikian, dapat kita ambil kesimpulan setidaknya ada empat alasan menurut Fakhruddin Ar-Razi di balik rahasia tersembunyi malam Lailatul Qadar dari umat manusia. Pertama, banyak hal yang juga masuk dalam rahasia Allah kepada para hamba-Nya. Jadi, bukanlah, hal yang aneh ataupun baru. Kedua, bentuk rahmat Allah kepada manusia. Ketiga, agar manusia sungguh-sungguh dalam mencarinya. Keempat, dibanggakan Allah di hadapan para malaikat. Wallahu a‘lam.
Muhammad Izharuddin, Mahasantri STKQ Al-Hikam.